Dua pekan terakhir ini saya kembali menulis proposal disertasi. Sebanyak lima puluh halaman namun sudah sembilan bulan lamanya sejak lulus ujian kualifikasi doktor, belum juga ujian seminar proposal atau biasa disebut kolokium.
Tergerus Rutinitas
Saya tak menyalahkan siapapun di sini, sudah jelas saya yang salah, tidak piawai membagi waktu. Mestinya menulis proposal saya jadikan prioritas utama karena sudah ada surat izin belajar dari rektor.
Saya berada di perpustakaan S3 Ilmu Hukum USU - 2021 / dok. Pribadi |
Dari awal saya sudah mengetahui besarnya tantangan S3 sambil aktif mengajar. Tak sadar waktu berlalu begitu cepat, hari-hari saya dipenuhi dengan rutinitas. Tidak terasa sebulan, dua bulan, tiga bulan hingga nyaris setahun kemajuan proposal saya jalan di tempat.
Ke depannya saya tak ingin lagi seperti ini. Bahkan tekad saya dan sahabat-sahabat di program doktor, H+1 kolokium terlaksana, saya langsung berjibaku menambah progress disertasi yang tebalnya 200 halaman.
Mulai Saja Dulu
Dari 50 halaman yang diwajibkan saya sudah menulis 40 halaman. Insyaallah sedikit lagi, menajamkan analisis dengan literatur yang berkualitas.
Intinya saya mulai saja dulu membuka file proposal setiap waktu, agar jadi kebiasaan terlebih pada saat menyusun disertasi. Seperti hari ini, meski hari Ahad, Alhamdulillah saya mempunyai progress, membaca kembali artikel-artikel dari jurnal bereputasi, terindeks Scopus.
Ada nasihat dari mahasiswa senior program doktor beda kampus. Buka secara rutin file proposalnya sampai menjadi kebiasaan sehingga akhirnya jika di hari itu belum melihat file proposal, rasanya ada yang kurang.
Demikian juga ketua prodi S3 pernah memotivasi bahwa mahasiswa S3 tidur tidak lama-lama, 2-3 jam bangun lagi untuk membaca literatur dan menulis proposal.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak, karena komentar Anda menjadi jejak digital di dunia maya